Fintech Makin Menjamur, Kabar Baik atau Kabar Buruk?
Lembaga fintech belakangan makin populer. makin banyak yang muncul dan makin banyak yang percaya. Perkembangan dari sektor fintech ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.
Di Indonesia tercatat bahwa pencapaian lembaga fintech di penghujung tahun 2020 naik hingga 91.3% dari pencapaian di tahun sebelumnya. pencapaian ini dicatat oleh AFPI atau Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia dalam wawancara beberapa waktu yang lalu.
Pencapaian yang sangat besar ini kemudian mendorong geliat dari lembaga fintech sehingga makin banyak lembaga fintech yang makin serius dalam pengelolaan perizinannya. Hal ini terbukti dengan banyaknya antrian surat perizinan lembaga fintech di OJK. Hingga saat ini ada sekitar 50 lembaga fintech yang sedang menunggu surat izin dari OJK.
Perkembangan dari lembaga fintech ini makin tinggi di era pandemi karena banyak alasan. Mulai dari pembatasan interaksi sosial dan pembatasan fisik membuat pencapaian dari lembaga fintech menjadi makin besar.
Selain itu, di awal Covid banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan pada akhirnya menyebabkan mereka terpaksa untuk meminjam dana baik di lembaga bank konvensional maupun lembaga fintech yang lebih mudah cair.
Kemudahan ini bisa menjadi nilai positif atau negatif dari lembaga fintech. Pasalnya dengan kemudahan pinjaman dana membuat siapa saja bisa mencari pinjaman dengan lebih mudah. entah mereka bisa membayar kembali atau tidak.
Selain itu, lemahnya kontrol terhadap siapa yang bisa melakukan pinjaman online pada lembaga fintech ini menyebabkan pendanaan bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang melanggar hukum. Contohnya adalah kegiatan terorisme dan juga kegiatan money laundry.
ya, kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh lembaga fintech inilah yang awalnya membuat banyak pihak yang lebih memilih pinjam dana di lembaga fintech dibandingkan dengan pinjam dana di bank konvensional, akan tetapi hal ini juga membuat masalah baru yaitu penyalahgunaan dana yang didapatkan dari lembaga fintech ini.
untuk meminimalisir masalah di masa depan dengan pertumbuhan dari lembaga fintech yang makin banyak diperlukan tindakan dari lembaga pengontrol seperti OJK untuk membantu meminimalisir kemungkinan-kemungkinan buruk baik untuk peminjam maupun untuk pihak yang meminjam dan dari lembaga fintech ini.
guna menyikapi pertumbuhan lembaga fintech yang making pesat dan meminimalisir penyaluran dana untuk kebutuhan melanggar hukum, maka OJK mengeluarkan SEOJK. SEOJK No. ini adalah Surat Edaran OJK nomor 6 tahun 2020.
SEOJK yang dibuat di tahun 2020 ini akhirnya direncanakan mulai aktif pada bulan Maret 2021 mendatang. SEOJK ini merupakan sebuah surat yang ditujukan untuk lembaga fintech yang beroperasi di bawah pengawasan OJK.
Dalam surat edaran ini, lembaga fintech yang mendapatkan surat izin legal dari SEOJK ini harus melakukan langkah-langkah preventif untuk menghindari penggunaan dana pembiayaan untuk kegiatan terorisme dan juga money laundry. Aturan ini disebut dengan APU-PPT atau Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian uang dan Pencegahan pendanaan Terorisme.
Langkah preventif ini dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap pengajuan peminjaman dan dengan menggunakan matriks. Matriks ini nantinya digunakan untuk melakukan pembobotan risiko dan untuk memutuskan apakah pinjaman layak diberikan atau tidak.
Selain itu, dengan adanya AFPI ini makin banyak lembaga fintech yang di dorong untuk mendaftarkan diri sebagai anggota dari OJK. Hal ini membuat budaya peminjaman dana dengan menggunakan SEOJK ini menjadi makin sehat dan makin aman.