Aturan Baru dari OJK, Lembaga Fintech Tak Lagi Bebas Pinjamkan Dana
Teknologi bisa memiliki 2 sisi sifat yang saling bertolak belakang. Salah satunya adalah fintech. Fintech adalah terobosan teknologi dalam bidang finansial yang banyak dimanfaatkan baik dengan positif maupun negatif.
Salah satu pemanfaatan negatif dari munculnya lembaga fintech ini sangat banyak dari skala kecil seperti penipuan perseorangan hingga pemanfaatan negatif dengan skala lebih besar seperti money laundry dan juga pembiayaan terorisme.
Pemanfaatan negatif dari lembaga fintech ini hanya bisa diminimalisir dengan adanya aturan. Hal inilah yang menyebabkan OJK pada hari Selasa tanggal 9 Februari tahun 2021 di Jakarta merilis sebuah surat yaitu SEOJK nomor 6 tahun 2020.
SEOJK ini adalah sebuah surat edaran yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan lembaga fintech secara negatif dibidang money laundry dan juga bidang terorisme. Pedoman ini diberi nama APU-PPT atau disingkat menjadi Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme.
Surah edaran ini bertujuan untuk mengesahkan pemberlakuan APU-PPT dimulai dari bulan Maret 2021 mendatang. Tujuan dari pemberlakuan APU-PPT ini adalah untuk memantau lembaga fintech dan memberikan tanggung jawab pada lembaga fintech untuk selalu melakukan analisis berbasis risiko untuk tiap kegiatan pendanaan P2P yang menggunakan jasanya.
Tujuannya adalah untuk memastikan lembaga fintech tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab seperti pihak yang ingin melakukan money laundry dan juga pihak pelaku terorisme.
Mekanisme peminjaman dana dengan menggunakan lembaga fintech memang sangat mudah. setiap pengguna dari lembaga fintech bisa meminjam uang tanpa ada penyelidikan dahulu seperti yang dilakukan oleh lembaga peminjaman dana konvensional.
Hal inilah yang menyebabkan peminjaman dana dari lembaga fintech sangat mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang telah disebutkan sebelumnya. hal inilah yang membuat OJK kemudian turun tangan untuk membuat aturan guna mencegah pemanfaatan-pemanfaatan dari lembaga fintech untuk praktik melanggar hukum tersebut.
bagaimana isi surat edaran dari OJK ini? surat edaran ini menjelaskan bahwa pihak lembaga fintech harus melakukan analisis risiko terhadap setiap kegiatan peminjaman dana yang dilakukan harus berdasarkan siklus risk based approach.
Siklus risk based approach ini merupakan sebuah siklus pendekatan yang mengharuskan lembaga fintech melakukan beberapa langkah-langkah penting dalam menentukan pemberian pinjaman dana. Mulai dari :
- identifikasi risiko bawaan,
- menetapkan toleransi dari risiko,
- menyusun rencana untuk meminimalisir risiko,
- melakukan evaluasi terhadap risiko residual yang masih ada.
Risiko yang dimaksud di sini adalah risiko yang berhubungan dengan penyalahgunaan dana pinjaman dari lembaga fintech oleh pihak penyelenggara kegiatan melanggar hukum tersebut.
Lalu bagaimana dengan Indikator sebagai pembatas apakah lembaga fintech boleh memberikan pinjaman atau tidak pada pihak peminjam dana? untuk menentukan apakah lembaga fintech boleh meminjamkan dana atau tidak OJK memberikan alat bantu sebagai pengukuran.
Alat untuk melakukan pengukuran risiko ini dinyatakan dalam bentuk matrik. Matrik inilah yang digunakan untuk membantu untuk memperjelas bagaimana nilai risiko dari sebuah transaksi pinjaman yang di ajukan oleh sebuah lembaga fintech.
Jenis matrik yang digunakan dalam pengelolaan risiko peminjaman dana di lembaga fintech ini nantinya disesuaikan dengan banyak hal mulai dari skala kebutuhan, skala usaha, skala karakter sertai memperhatikan masalah kompleksitas usaha juga.
Dengan adanya surat dan aturan ini, maka diharapkan membuat Lembaga fintech dapat melakukan usahanya dengan lebih jelas dan diharapkan tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang merugikan banyak orang.